Insiden terbanyak varisela terjadi pada usia 1-6 tahun dan hanya terjadi 10% pada usia lebih dari 14 tahun. Pada usia 1-14 tahun angka mortalitas varisela adalah 2 per 100.000 kasus. Angka mortalitas pada anak dengan immunocompromised lebih besar. Kejadian varisela dapat menjadi lebih berat pada neonatus, tergantung periode infeksi pada ibu (Mehta, 2006).
Etiologi
Varisela merupakan penyakit infeksi akut, disebabkan oleh varicella zoster virus (VZV). VZV adalah virus DNA yang tergolong dalam group herpesvirus, subfamily Alphaherpesvirinae. VZV mempunyai DNA sekuens sendiri dan amplop glikoprotein. VZV sulit diisolasikan pada kultur sel dan tumbuh paling baik tetapi lambat pada human diploid fibroblast cells (Mehta, 2006; Fox & Sande, 2001, CDC, 2005).
Patofisiologi
Varisela sangat menular, penularannya mencapai 80-90% pada kontak serumah. Transmisi virus varisela zoster dapat terjadi melalui droplet respirasi yang mengandung virus, serta kontak langsung dengan lesi dimana pada papula dan vesikel terdapat populasi yang tinggi dari virus. Varisela infeksius mulai 2 hari sebelum lesi pada kulit muncul dan berakhir ketika muncul krusta, umumnya 5 hari setelahnya. Varisela maternal dengan viremia dapat menyebar secara transplasenta menuju fetus dan menyebabkan varisela neonatus (Mehta, 2006).
VZV masuk melewati traktus respiratorik dan konjungtiva. Kemudian virus bereplikasi di daerah masuknya (nasofaring) dan limfonodi regional di sekitarnya. Viremia primer terjadi 4-6 hari setelah infeksi dan menyebarkan virus ke seluruh organ, seperti liver, limpa, dan ganglia sensori. Replikasi selanjutnya muncul pada visera, diikuti dengan viremia sekunder, dengan infeksi virus pada kulit (CDC, 2005).
Faktor Resiko
Faktor resiko yang mendukung terjadinya varisela berat, meliputi (Mehta, 2006):
- Neonatus, terutama pada ibu yang seronegatif.
- Usia dewasa
- Terapi steroid
- Keganasan
- Kondisi immunocompromised
- Kehamilan
Inkubasi : Berlangsung selama 10-14 hari
Prodromal :
Terjadi pada hari 1 hingga hari ke 3
Berupa nyeri perut, sakit kepala, anoreksia, batuk dan coryza, sakit tenggorokan, perasaan lemah (malaise)
Kadang-kadang terdapat kelainan scarlatinaform atau morbiliform
Erupsi (rash):
Pada anak yang sehat terdapat sekitar 250-500 lesi.
Dimulai dengan gejala-gejala sistemik ringan diikuti dengan munculnya makula-makula merah (seperti embun di atas mahkota mawar merah) yang kemudian dengan cepat berubah menjadi vesikel kecil dengan tepi yang eritema, berisi cairan jernih, tidak memperlihatkan cekungan di tengah (unumbilicated). Kemudian menjadi pustula, dan terakhir menjadi krusta.
Isi vesikel berubah menjadi keruh dalam 24 jam.
Biasanya vesikel menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh.
Dalam 3-4 hari erupsi tersebar. Ruam pada umumnya muncul di kepala dan telinga, kemudian menyebar secara sentrifugal ke wajah, leher, badan dan ekstremitas.
Erupsi ini disertai perasaan gatal.
Pada suatu saat terdapat bermacam-macam stadium erupsi; ini merupakan tanda khas penyakit varisela.
Vesikel tidak hanya terdapat di kulit melainkan juga di selaput lendir mulut, dan beberapa terlihat di orofaring.
Konvalescen:
Lesi biasanya pecah membentuk krusta setelah 6 hari (2-12 hari) dan sembuh sempurna dalam 16 hari (7-34 hari). Erupsi yang berkepanjangan atau lamanya pembentukan krusta dan penyembuhan dapat terjadi pada imunitas seluler yang tidak cocok.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dibutuhkan untuk diagnosis karena varisela dapat terlihat dari gejala klinis. Kebanyakan pada anak-anak dengan varisela terjadi leukopeni pada 3 hari pertama, kemudian diikuti dengan leukositosis. Leukositosis mengindikasikan adanya infeksi bakteri sekunder, tetapi tidak selalu. Kebanyakan pada anak-anak dengan infeksi bakteri sekunder tidak terjadi leukositosis.
Pemeriksaan serologi digunakan untuk mengkonfirmasi infeksi yang lalu untuk menentukan status kerentanan pasien. Hal ini berguna untuk menentukan terapi pencegahan pada dewasa yang terekspos dengan varisela. Identifikasi virus varisela zoster secara cepat diindikasikan pada kasus yang parah atau penyakit belum jelas yang membutuhkan pengobatan antiviral dengan cepat. Metode yang paling spesifik yang digunakan adalah Indirect Fluorescent Antibody (IFA), Fluorescent Antibody to Membrane Antigen (FAMA), Neutralization Test (NT), dan Radioimmunoassay (RIA). Tes serologis tidak diperlukan pada anak, karena infeksi pertama memberikan imunitas yang pasti pada anak.
Radiologi
Foto toraks : Anak-anak dengan suhu yang tinggi dan gangguan respirasi seharusnya dilakukan foto toraks untuk mengkonfirmasi atau menyingkirkan adanya pneumonia.
Diagnosa Banding
Beberapa penyakit mempunyai ruam yang sama dengan varisela antara lain (William, 2002; Mehta, 2006):
- Small pox/ cacar (ruam terkonsentrasi pada ekstremitas dan muncul pada fase yang sama)
- Infeksi coxsackie virus (lebih sedikit ruam dan tidak menyebabkan krusta)
- Impetigo (lebih sedikit ruam, tidak ada vesikel klasik, pewarnaan gram positif, respon terhadap agen antimikroba, lesi perioral atau periferal)
- Papular urtikaria (riwayat gigitan serangga, ruam nonvesikuler)
- Skabies (tidak ada vesikel yang khas)
- Parapsoaris (jarang terjadi pada anak di bawah 10 tahun, kronik atau rekuren, sering terdapat riwayat varisella sebelumnya)
- Ricketsialpox (bekas gigitan kutu, ruam yang lebih kecil, tidak berkrusta)
- dermatitis herpetiformis (urtikaria kronis, pigmentasi residual)
- Dermatitis kontak
- Infeksi enterovirus
- Infeksi Herpes Simplex Virus
Resiko komplikasi varisela bervariasi berdasarkan umur. Komplikasi jarang terjadi pada anak-anak yang sehat, namun sering mengenai orang-orang dewasa di atas 15 tahun dan bayi di bawah 1 tahun (CDC, 2005).
- Infeksi Bakteri Sekunder. Varisela menyebabkan pasien lebih mudah menderita infeksi bakteri sekunder.
- Komplikasi pada CNS (sistem saraf pusat)
- Pneumonia. Pneumonia biasa terjadi pada penderita yang imunocompremised, wanita hamil, atau dewasa dan sering menjadi fatal. Batuk, dyspnea, tacyphnea, rales, dan sianosis muncul 3-4 hari setelah onset dari ruam.
- Herpes zoster. Merupakan komplikasi yang lambat terjadi pada varisela, yaitu beberapa bulan sampai tahun setelah infeksi primer. Terjadi pada 15% pasien varisela. Disebabkan oleh adanya virus yang menetap di ganglion sensoris. Gejalanya rash vesikular unilateral, terbatas pada 1-3 dermatom. Rash ini menimbulkan rasa nyeri pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa.
- Otitis media (5%)
- Hepatitis
Hepatitis berat dengan manifestasi klinis jarang terjadi pada anak-anak sehat dengan varisela. - Glomerulonefritis
Haemorrhagic varicella
Terapi yang diberikan pada varisela bersifat suportif, meliputi (Mehta, 2006; William, 2002):
- Penjagaan hidrasi pada anak diperlukan, karena saat anak sakit nafsu makan berkurang. Pada anak yang mendapat pengobatan Ancyclovir, obat akan mengkristal di tubulus renalis, sehingga perlu hidrasi yang adekuat.
- Kebersihan menyeluruh tetap harus dijaga (memotong kuku dan membersihkan badan). Melarang anak menggaruk ruam untuk menghindari skar pada kulit. Memotong kuku, memakaikan sarung tangan dan kaos kaki saat tidur dapat menghindarkan garukan pada ruam.
- Pemberian makanan yang sehat dan bergizi, tanpa pembatasan makanan.
- Tidak ada pembatasan aktivitas pada anak-anak dengan varisela tanpa komplikasi.
- Kompres dingin, mandi yang teratur untuk mengurangi gatal
- Obat antiviral
- Obat antihistamin
- Obat antipiretik
Anak-anak sehat dengan varisela mempunyai prognosa baik. Sedangkan anak-anak yang imunocompremise mempunyai resiko yang lebih besar untuk menjadi parah dan meninggal. Angka mortalitas pada varisela neonatus mencapai 30%. Episode ulangan varisela jarang terjadi oleh karena imunitasnya yang bertahan seumur hidup (Mehta, 2006).