Penggunaan Obat Flu

Penyakit yang disebut flu ini dikenali dari gejalanya yang berupa pilek, batuk, demam, sakit kepala/pusing dan badan sering kali lemas. Flu dianggap penyakit ringan karena gejalanya mampu dikenali sendiri oleh penderita.

Dan, dengan penggunaan obat flu yang banyak dijual bebas, maka gejala-gejala yang muncul akan hilang (self-limited disease) sehingga masyarakat cenderung melakukan pengobatan sendiri (self medication) untuk penyakit ini.

Yang perlu dicermati adalah bagaimana memilih obat flu yang sesuai. Obat flu yang dijual bebas relatif banyak jenisnya, yang kalau diperhatikan komposisinya akan banyak pula variasinya. Dari sisi harga pun banyak pula variasinya. Sebelum menjatuhkan pilihan atas suatu obat flu, tentu akan lebih baik kalau mengenali dahulu jenis atau variasinya. Dari komposisinya ada yang tunggal dan kombinasi.

Obat flu tunggal mengandung satu macam zat aktif yang mampu menghilangkan satu atau lebih gejala flu. Sebagai contoh, obat flu tunggal yang mengandung zat aktif parasetamol atau asetaminofen dapat mengatasi gejala pusing atau sakit kepala dan demam.

Cukup banyak merek atau nama dagang dari obat flu yang mengandung zat aktif parasetamol ini. Obat flu tunggal yang mengandung zat aktif dekstrometorfan hanya akan menghilangkan batuk saja (antitusif).

Obat flu yang hanya mengandung bromheksin hanya mengencerkan dahak saja sehingga mudah dikeluarkan (ekspektoran). Dalam menjatuhkan pilihan terhadap obat flu tunggal, konsumen harus mengenali betul gejala yang dirasakan saat itu sehingga dapat dengan tepat teratasi oleh zat aktif tunggal dalam obat flu tersebut.

Obat flu kombinasi dari sisi komposisinya relatif sangat variatif dan relatif banyak merek dagang yang tersedia.

Sering kali konsumen menjatuhkan pilihan pada obat flu tipe ini karena dari kemasan tertera banyaknya gejala yang dapat diatasi dengan obat flu kombinasi ini sekalipun terkadang penderita tidak merasakan semua gejala tersebut.

Penggunaan obat flu kombinasi tentu ada kelebihan dan kekurangannya.

Kelebihannya adalah dapat mengatasi beberapa gejala sekaligus dengan satu kali penggunaan (praktis). Namun, kekurangannya adalah sering kali kombinasinya lebih dari tiga zat aktif (polifarmasi) atau mengandung lebih dari satu zat aktif yang aksi farmakologisnya atau khasiatnya sama, tetapi tidak bekerja secara sinergis sehingga tubuh penderita terpapar obat berlebihan tanpa memberikan efek terapi yang berbeda secara signifikan.

Menurut American Medical Association (AMA), kombinasi yang disarankan adalah mengandung tidak lebih dari tiga komponen zat aktif dari golongan farmakologi yang berbeda, atau tidak mengandung lebih dari satu zat aktif dari setiap golongan farmakologi yang sama.

Suatu evaluasi terhadap sebuah obat flu kombinasi yang berisi enam komponen, yaitu asetaminofen (demam, nyeri, atau pusing), fenilpropanolamin HCl (pelega hidung), levo-N-etilefedrina HCl (pelega napas/bronkodilator), CTM (antialergi), dekstrometorfan (antitusif/penekan batuk), dan gliseril guayakolat (ekspektoran/pengencer dahak) tertulis di kemasan "meredakan flu disertai batuk", relatif laris dibeli oleh penderita flu bahkan yang tidak ada gejala batuk.

Apakah pemilihan obat tersebut tepat?

Tentu tidak sepenuhnya tepat karena, pertama komposisi obat flu tersebut lebih dari tiga zat aktif tidak direkomendasikan oleh AMA. Kedua, belum tentu dari keenam komponen tersebut semuanya dibutuhkan untuk meredakan gejala yang dialami penderita saat itu.

Ketiga, ada komponen yang punya aksi farmakologis yang bertentangan (antagonistik), yaitu antitusif dan ekspektoran. Evaluasi terhadap sebuah obat flu lain terdiri dari kombinasi empat macam, yaitu fenilpropanolamin, CTM, asetaminofen, dan salisilamida.

Digemari

Obat flu ini cukup digemari juga, bahkan oleh penderita flu yang disertai batuk padahal tidak ada zat aktifnya yang beraksi terhadap batuk. Kombinasi obat flu ini juga kurang sesuai karena mengandung lebih dari tiga zat aktif dan terdapat komponen dengan aksi farmakologis yang sama (asetaminofen dan salisilamida). Pemilihan obat dengan aksi yang berlebihan ataupun tanpa ada indikasinya tentu akan relatif berbahaya bagi tubuh.

Bagaimana cara tepat dan aman memilih obat flu?

Pertama, kenali betul gejala yang dirasakan, apakah demam, batuk, hidung tersumbat, bersin-bersin, dan sakit kepala. Bisa jadi semua gejala tersebut dirasakan, tetapi dapat pula hanya kombinasi di antaranya.

Kedua, pilih obat flu dengan komposisi yang mempunyai indikasi untuk gejala tersebut. Misalnya, asetaminofen atau parasetamol untuk demam dan sakit kepala, atau fenilpropanolamin untuk hidung tersumbat.

Apabila terdapat kombinasi gejala, pilih kombinasi obat yang paling ringkas (tidak lebih dari tiga komponen), dengan indikasi sesuai dengan gejala tersebut. Ketiga, pastikan bahwa keadaan penderita tidak berkontraindikasi dengan zat aktif dalam obat flu tersebut.

Misalnya, penderita asma perlu hati-hati dalam menggunakan obat flu dengan kandungan asam asetilsalisilat (aspirin) karena aspirin dapat menimbulkan bronkokontriksi yang berakibat sesak napas dan aspirin kontraindikasi apabila digunakan oleh penderita yang mempunyai riwayat tukak lambung parah. Keempat, pastikan dosis dan aturan pakainya sesuai dengan penderita. Misalnya, tablet obat flu untuk dewasa 1 tablet diminum 3-4 kali sehari, untuk anak (6-12 tahun) 0,5 tablet tiga sampai 4 kali sehari.

Aturan pakai tiga kali sehari berarti setiap delapan jam sehari. Perhatikan juga ada obat flu yang akan aman kalau diminum segera setelah makan atau ketika lambung terisi makanan karena sifatnya yang mengiritasi lambung, misalnya aspirin dan asetaminofen.

Kelima, setelah minum obat flu, waspadalah terhadap kemungkinan efek samping yang muncul (adverse drug reaction). Setiap zat aktif akan berpotensi menimbulkan efek samping, tetapi ada yang kejadiannya dapat diramalkan sebelumnya atau tergantung dengan dosis.

Ada pula yang tidak dapat diramalkan sama sekali dan bersifat sangat individual. Langkah tepat apabila muncul efek yang tidak diinginkan, seperti kulit gatal kemerahan, bengkak, atau jantung berdebar-debar dan lain sebagainya, adalah segera menghentikan pemakaian dan periksa ke pelayanan kesehatan terdekat.

Penderita dapat memastikan bahwa obat flu yang dipilih telah sesuai dengan kondisinya kepada tenaga kesehatan yang dapat ditemui (misalnya dokter, perawat, apoteker).

Apabila membeli obat di apotek, penderita dapat bertanya langsung kepada apoteker di apotek tentang pilihan obatnya. Obat flu yang dijual bebas ini memang dapat dibeli di toko-toko biasa karena memang tidak hanya apotek yang boleh menjual.

Bahkan, obat flu juga dapat dibeli di warung-warung rokok pinggir jalan. Penderita harus bijaksana dalam membeli dengan melihat waktu kedaluwarsa obatnya.

Sebenarnya akan relatif lebih terjamin apabila mendapatkan di apotek karena dengan pengawasan teratur dari Badan POM (Pengawasan Obat dan Makanan), maka obat-obat yang tersedia di apotek relatif terjamin karena obat adalah komoditas khusus yang tidak boleh digunakan sembarangan sekalipun "hanya" obat flu dan langsung berhubungan dengan jiwa manusia.

Selain itu, penderita dapat memanfaatkan layanan informasi obat dari apoteker. Jadi, memilih obat flu tidaklah sepele, tetapi perlu memerhatikan rasio risiko dan keamanannya (risk and benefit ratio). (source : kompas)
Share:

recent posts

Popular Posts

Labels

Blog Archive

Recent Posts